Minggu, 05 April 2009

lanjutan keluarga sakinah

Yakni, mereka yang dikaruniai nikmat kehidupan rohaniah ini adalah mereka yang bertaqwa, sehingga memudahkan diri mereka untuk beribadat kepada Allah, membelanjakan harta benda semata-mata lillahi Taala, dan melakukan berbagai amal shalih lainnya.Mereka bangun tengah malam [untuk bertahajud] memohon kepada Allah agar senantiasa berjalan di atas jalan sirathal mustaqim; begitupun untuk anak keturunan mereka; serta memohon segala hal yang qurrata ayunin (menyejukkan mata) mereka semua, yang rahasia ilmunya berada di tangan Allah Swt.
Inilah corak doa yang dipanjatkan oleh para abdi Allah yang sejati, yang senantiasa berusaha mewariskan anak keturunan yang teguh ketaqwaannya. Allah Taala mengajari kita dengan doa ini suatu aspek yang sangat penting, ialah jangan hanya memohon untuk kebaikan diri sendiri saja, melainkan juga untuk beberapa generasi berikutnya. Namun, setiap diri kita hendaknya memeriksa diri, apakah ketika memanjatkan doa ini sudah memenuhi hak-hak orang lain ? Apakah sudah memenuhi hak-hak anak keturunan kita yang mengarahkan mereka ke jalan taqwa ? Jika suami istri tidak berusaha menjalani hidup taqwa betapakah mungkin mereka dapat mengharapkan anak keturunan mereka bertaqwa ? Betapakah mungkin mereka dapat memahami manfaat rohaniah dari hidup mutaqin, termasuk keberkatan Khilafat.Sesungguhnya, perolehan manfaat keberkatan adanya Khilafat berprasyarat kepada Amalan Shalihan masing-masing. Jika tidak ada ketaqwaan tentulah tidak akan ada qurrata ayunin bagi kedua belah pihak (orang tua maupun keturunan).Rasulullah Saw bersabda, ''Allah memberkati seorang suami yang bangun di tengah malam [untuk bertahajud] lalu membangunkan pula istrinya, yang jika bermalas-malasan ia akan mencipratinya dengan air ke wajah istrinya itu. Dan Allah Taala memberkati seorang istri yang bangun di tengah malam [untuk bertahajud] lalu membangunkan pula suaminya, yang jika bermalas-malasan ia pun menciprati air ke wajah suaminya itu.'' Lihatlah betapa usaha untuk memperoleh berkat ini berlaku untuk kedua-belah pihak. Huzur bersabda, beliau banyak mendapat keluhan terhadap para suami yang sibuk sendirian bertahajud; kecuali untuk Salat Subuh, mereka enggan atau tak sampai hati untuk membangunkan anak istrinya. Maka bagaimana mungkin mereka memanjatkan doa “...robbana hablana min ajwajina wa dzurriyatina qurrata ayunin..., 'Ya Tuhan kami, anugerahilah kami istri-istri dan anak keturunan yang menjadi penyejuk mata kami...”; yakni bagaimana mungkin mengharapkan agar doa tersebut terkabul ? Betapa mungkin mereka dapat memperoleh 'pandangan yang menyejukkan mata' dari anak keturunan mereka ?Memang Allah Swt adalah Pemilik Segala Sesuatu dan Dia berkenan memberi karunia kepada siapapun yang dikehendaki-Nya, namun Allah pun memerintahkan manusia agar merubah diri mereka terlebih dulu apabila mereka ingin memperoleh sesuatu keberkatan dari-Nya. Rasulullah Saw bersabda, “Tiada pemberian yang lebih baik dari seorang ayah kepada anak-anaknya selain menanamkan tarbiyat akhlak yang baik''. Huzur bersabda, menanamkan akhlakul-karimah ini hanya dapat berhasil apabila orang tuanya pun senantiasa memperlihatkan contoh yang baik.Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menulis, Allah Taala niscaya akan menjadikan anak istri tuan-tuan sebagai qurrata ayunin ('penyejuk mata') hanya apabila tuan-tuan sudah berhasil menjadi hamba-hamba Allah Ar-Rahman dan mendahulukan perintah Allah di atas segalanya. Beliau bersabda, ayat Alquran tersebut pun menegaskan, apabila anak keturunan mereka menjadi orang-orang yang muttaqi, maka mereka pun layak memperoleh status sebagai Imam.Huzur bersabda, untuk keberhasilan Tarbiyyat kaum wanita, kaum pria harus memberikan contoh terlebih dahulu. Bila ayah dan ibu sudah menjadi baik, tentulah anak-anaknya pun niscaya akan menjadi baik.Merujuk kepada Hadith yang tadi telah dibacakan, Huzur bersabda, hal membangunkan pasangan pada dini hari untuk bertahajud hanya akan berhasil apabila ada saling pengertian dan cinta kasih satu sama lain, bahwa kehidupan rumah tangga mereka akan lebih berbahagia apabila mereka saling mengingatkan untuk bersalat Tahajud.Jika tidak, pihak istri pun akan menjadi sasaran kemarahan pihak suaminya. Bahkan pada beberapa kasus, sampai-sampai mereka dipukul. Jika hal ini sampai terjadi, tentulah pihak istri akan menarik diri (withdrawal), mendirikan salat mereka sendiri dan tidak mentaati suaminya sepenuhnya.Maka anak-anaknya pun akan kehilangan kecintaan mereka terhadap praktek keagamaan mereka.Walhasil, kiat keberhasilan mentarbiyati anak keturunan agar menjadi 'qurrata ayunin', yang pertama sekali diperlukan ialah, pihak orang tua harus memperbaiki diri mereka sendiri terlebih dahulu, kemudian memberi contoh.Membacakan beberapa ikhtisar tulisan Hadhrat Masih Mau'ud a.s., Huzur bersabda, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. sangat berharap agar setiap pria Ahmadi unggul dalam urusan rohani. Hendaknya kata-kata beliau a.s. ini membangkitkan semangat kita.Pada zaman dahulu kaum wanita umumnya kurang bependidikan, namun kini telah berubah, dengan karunia Allah, berkat adanya gemblengan tarbiyat kaum wanita sekarang memiliki kesadaran dan sangat tanggap. Banyak kalangan wanita Ahmadi yang menderita batiniah akibat perlakuan buruk pihak suami mereka. Kenyataannya kaum wanita lebih serius dibandingkan kaum pria dalam urusan pendidikan anak-anak mereka. Akan tetapi, cara [keras] kaum pria menangani masalah [rumah tangga mereka] membuat istri mereka memilih perceraian, yang berdampak negatif terhadap kejiwaan anak-anak mereka.Maka suami yang demikian bertanggung jawab atas semua hal ini.Terkait dengan perkara tersebut, alhamdulillah wa syukrillah, Allah Taala telah berkenan mengajari kita suatu doa untuk kebaikan hidup kita di dunia maupun akhirat. Sekaligus juga bagi anak keturunan kita. Dengan perantaraan doa ini Allah Taala hanya menginginkan agar kita memahami kiat dan cara memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat, yang Dia akan anugerahkan kepada kita.Kita perlu senantiasa berintrospeksi dan istiqamah melangkah di berbagai jalan yang dapat menarik keridhaan Allah Swt. Senantiasa menjaga kedamaian suasana rumah tangga, dan mengupayakan kesejukan di dalam diri anak keturunan. Setiap rumah tangga Ahmadi hendaknya rekat di dalam jalinan ketaqwaan. Inilah manfaat yang dapat kita peroleh dari keberadaan Khilafat, yakni mereka yang memuliakan karunia telah menjadi anggota Jamaah pengkhidmat Rasulullah Saw.Satu hal lagi yang dapat membuat ketidak-harmonisan rumah tangga adalah pihak suami yang sangat mendambakan kelahiran anak laki-laki. Huzur membacakan ayat 50 Surah Al Shura,

Tips Membentuk Keluarga Sakinah

Hdh.Mirza Masroor Ahmad aba menerangkan sifat Al Wahab (The Bestower, Maha Penganugerah) Allah Swt, di dalam Khutbah Jumah beliau hari ini.Menjelaskan arti kata 'wahab' berdasarkan Kamus Bahasa Arab, Huzur bersabda, Al Wahab merujuk kepada salah satu sifat Allah Swt yang menekankan bahwa Dia adalah Zat yang suka menganugerahi dan menumbuh-kembangkan para abdi-Nya. Dengan rujukan ini, kata ‘Wahab’ memang sangat signifikan untuk dikenakan kepada Allah.Huzur bersabda, kata 'wahab' ini dapat pula dikenakan untuk manusia. Akan tetapi, Wahab yang sejati hanyalah Allah Swt, Wujud yang senantiasa menumbuh-kembangkan baik diminta ataupun tidak.Kalaulah seorang mukmin merenungkan hal ini, niscayalah ia akan menjadi saksi perwujudan sifat-Nya ini sehingga mengenali Tuhan Yang Maha Hidup yang menyantuni kita semua.Sebaliknya, mereka yang melihat kehidupan ini hanya dengan penglihatan duniawi, maka mereka pun akan melihat materi duniawi sebagai sumber segala-galanya.Huzur bersabda, Allah telah mengajari kita berbagai macam doa yang merujuk kepada sifat Al Wahab-Nya ini, yang pada Jumat ini beliau akan menerangkan satu aspek daripadanya; yang pada pokoknya agar kaum mukminin memperhatikan kewajiban mereka terhadap anak keturunan mereka, mendoakan pasangan hidup mereka dan anak cucu mereka, sehingga akhlakul karimah dan amalan shalihan mereka dapat berlanjut terus dari satu generasi ke generasi berikutnya.Selanjutnya Huzur membacakan ayat 75 Surah Al Furqan (15:75),

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً

yang terjemahannya sebagai berikut: “Dan mereka yang berkata, 'Ya Tuhan kami, anugerahilah kami istri-istri dan anak keturunan yang dapat menjadi penyejuk mata kami; dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang muttaqin.”
Huzur bersabda, doa ini merupakan suatu doa yang lengkap bagi mereka yang mendambakan pasangan hidup mereka ataupun anak keturunan mereka menjadi penyejuk mata (qurrata ayunin) mereka. Ruang lingkup doa ini tak terbatas, jauh di luar jangkauan manusia. Makbuliyat doa bagi kebaikan suami istri maupun anak keturunan ini tidak hanya dapat menyejukkan pandangan mereka pada kehidupan di dunia ini, namun juga akan terus berlanjut pada kehidupan nanti setelah mati. Ialah dikarenakan anak keturunan mereka akan terus mensyukuri dan mendoakan orang tua panutan mereka yang telah mendahului.Kemudian Huzur membacakan ayat 18 Surah Al Sajdah (32:18), yang terjemahannya sebagai berikut:

فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Maka tiada sesatu jiwa mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”

nasihat masih mauud

NASIHAT BERKENAAN DENGAN TAKWA

Untuk kebaikan Jemaatku, hal yang sangat penting adalah agar di berikan nasihat berkenaan dengan takwa. Sebab menurut orang yang berakal hal ini adalah nyata bahwa Allah Ta’ala tidak akan ridho/ senang terhadap suatu apapun selain dari pada takwa. Allah Ta’ala berfirman:

Innalloha maallazynat-taqauw walazyna hum-muhsinuwn—[Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-oarang yang yang berbuat kebajikan] (An-Nahl:129)

Bagi Jemaat Ahmadiyah Secara Khusus Diperlukan Takwa

Bagi Jemaat kita secara Khusus diperlukan takwa. Khususnya dengan anggapan bahwa ia telah menjalin hubungan dengan seorang yang telah menyatakan diri sebagai rasul serta masuk didalam ikatan baiatnya, supaya mereka orang-orang yang sebelumnya tenggelam di dalam kedengkian, kebencian dan kemusyrikan atau yang benar-benar telah berkiblat kepada dunia, berhasil memperoleh keselamatan dari segala musibah itu.

Saudara-saudara mengetahui bahwa jika ada orang yang sakit – tidak peduli apakah sakit ringan atau berat – lalu penyakit itu tidak di obati serta tidak di lakukan usaha gigih untuk menyembuhkannya, maka orang yang sakit itu tidak akan sembuh.

Jika sebuah noda hitam timbul di wajah, maka timbul kerisauan, jangan-jangan noda iti semakin berkembang sehingga membuat seluruh wajah menjadi hitam. Demikianlah halnya bahwa dosa merupakan sebuah noda hitam di dalam hati. Kemalasan-kemalasan kecil (kecendrungan untuk bersenang-senang) dapat berkembang menjadi besar. Hal-hal kecil seperti itulah merupakan noda yang berkembang sehingga akhirnya ia menghitamkan sebuah wajah.

Allah Ta’ala Mahapengasih dan Maha penyayang. Demikian pula ia Mahaperkasa dalam menampakkan murka-Nya serta mengadakan pembalasan. Dia melihat sebuah Jemaat di dalam pengakuan dan omong-kosong mereka terdapat segala sesuatu, sedangkan amalan mereka tidak demikian, maka amarah dan murka-Nya akan meluap. Lalu untuk menghukum Jemaat seperti itu Dia mengajukan orang-orang kafir.

Orang-orang yang tahu sejarah mengetahui bahwa beberapa kali orang islam di kalahkan oleh orang-orang kafir. Misalnya, Jhengis khan dan Halako khan telah membinasakan oran-orang islam. Padahal Allah Ta’ala telah menjadikan dukungan dan pertolongan bagi orang-orang islam, namun tetap saja orang-orang islam kalah. Peristiwa-pristiwa seperti itu kadang –kadang terjadi. Penyebabnya adalah, tatkala Allah taala melihat bahwa memang mereka menyebutkan ‘Laa ilaha illallah’ namun hati merka berpaling ke tempat lain serta tidak tunduk mereka benar-benar mengarah kepada keduniawian, maka murka-Nya akan menampakkan diri. (Pidato pertama Hz. Masih Mauud as. pd Jalsah Salanah 25 Des.1897 / Malfuzaat jld.1, h.10-11)

-------oo0oo-------

LETAK RASA TAKUT TERHADAP ALLAH

Rasa takut kepada Allah terletak di dalam hal berikut ini, yaitu supaya manusia melihat sejauh mana kesesuaian antara ucapan dan perbuatannya. Maka pahamilah bahwa dia akan menjadi sasaran murka Tuhan. Hati yang tidak suci, betapapun sucinya kata-kata yang ia ucapkan, di pandangan Tuhan hati tersebut tidak mempunyai nilai apa-apa. Bahkan karenanya kemurkaan tuhan akan bergejolak.

Jadi, Jemaatku harus memahami bahwa mereka telah datang kepadaku, untuk di taburi benih. Yangmana mereka akan mejadi pohon-pohon yang berbuah. Nah, setiap orang harus menelaah dirinya sendiri, bagaimana di dalam keadan diriya. Dan bagaimana keadaan batinnya. Seandainya Jemaat kitapun seperti itu – semoga tuhan tidak menjadikannya demikian – yakni di lidahnya lain dan didalam hatinya ternyata lain lagi., maka kita akan berakhir dengan tidak baik.

Kalau Allah Ta’ala melihat bahwa suatu Jemaat yang hatinya kosong mengeluarkan pernyataan-pernyataan di lidahnya, maka Dia itu Mahacukup dan tidak akan memperdulikannya. Sudah turun khabar ghaib tentang kemenangan di medan Badar. Berbagai harapan untuk menangpun ada. Namun walau demikian Yang Mulia Rasulullah saw. tetap berdoa sambil menangis-nangis. Hz. Abu Bakar Siddiq ra. Mengatakan bahwa janji kemenangan sudah ada, maka untuk apa memohon dengan merintih sendu. Yang Mulia Rasulullah saw. menjawab bahwa Zat (Allah) itu Mahacukup, yakni mungkin saja terdapat syarat-syarat yang terselubung di dalam janji Ilahi tersebut. (Pidato pertama Hz. Masih Mauud as.pd Jalsah Salanah 25 Des. 1897 / Malfuzaat jld.1 h.11)

-------oo0oo-------

TANDA-TANDA ORANG YANG MUTAKI

Jadi, hendaknya harus senantiasa di lihat sampai di manakah kita telah meraih kemajuan dalam hal ketakwaan dan kesucian. Standarnya adalah Al-Qur’an. Dari sekian tanda-tanda orang mutaki, Allah Taala ada juga menetapkan sebuah tanda, yaitu Allah Ta’ala membebaskan orang yang mutaki itu dari dunia kemakruhan [hal-hal yang tidak di sukai-Nya -pent.] lalu memberikan kecukupan pada orang itu untuk pekerjaan-pekerjaannya. Sebagaimana ia berfirman:

Wamayyattaqilloha yaj-allahu makhrajan, wayarzuqhu min haysu laa yahtasib – [Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, Dia akan membuat baginya suatu jalan keluar.Dan, Dia akan memberikan rezeki kepadanya dari mana tidak pernah ia menyangka] (Ath-Thalaq: 3-4)

Orang yang takut kepada Allah Ta’ala, dalam setiap musibah Allah Ta’ala akan membukakan jalan keikhlasan untuknya, dan ia akan menciptakan sarana-sarana penghasilan/ nafkah bagi orang itu yang tidak pernah terbayangkan olehnya. Yakni, inipun merupakan sebuah tanda orang yang mutaki, bahwa Allah Ta’ala tidak menjadikan orang mutaki itu butuh akan keperluan-keperluan yang tidak bermamfaat.

Misalnya seorang tukang kedai beranggapan bahwa tampa berkata dusta maka pekerjaannya tidak akan jalan, oleh karena itulah dia tidak berhenti dari berkata dusta. Dan untuk berdusta ia menzahirkan alasan-alasan keterpaksaan. Akan tetapi hal itu sama-sekali tidak benar. Allah Ta’ala sendiri yang menjadi Pelindung bagi orang mutaki, dan ia menghindarkan-nya dari kndisi yang seperti itu.

Orang-orang yang menciptakan suasana keterpaksaan atas dasar hal-hal yang bertentangan dengan kebenaran, ingatlah, kalau seseorang telah meninggalkan Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala meninggalkannya. Kalau sang Mahapengasih telah meninggalkan seseorang, maka pasti syetan akan menjalin hubungan dengannya.

Janganlah beranggapan bahwa Allah itu lemah. Dia memiliki kekuatan yang sangat besar. Kalau kalian bertawakal atau bertumpu pada-Nya mengenai suatu hal, maka pasti Dia akan menolong kalian.

Wamay-yatawakkal alallahi fahuwahasbuhuu -- [Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Dia memadai baginya] (Ath-Thalaq:4)

Akan tetapi orang-orang yang pertama kali di tuju oleh ayat-ayat ini adalah orang-orang yang beragama. Seluruh perhatian (pemikiran) mereka hanyalah untuk hal-hal keagamaan, sedangkan masalah duniawi mereka serahkan kepada Tuhan. Itulah sebabnya Allah swt. Menentramkan mereka bahwa “aku bersama kalian”. Ringkasnya salah satu dari berkat-berkat ketakwaan adalah bahwa Allah Ta’ala telah menganugrahkan keikhlasan kepada orang mutaki terhadap musibah-musibah yang merupakan penghalang bagi hal-hal keagamaan.

Allah Ta’ala Secara Khusus memberikan Rizki Kepada Orang Muttaki

Demikian pula hanya Allah Ta’ala secara khusus memberikan rezeki kepada orang mutaki. Di sini saya akan menyinggung masalah rezeki-rezeki makrifat (ilmu)

Rasulullah saw. Memperoleh Rezeki Rohaniah (Makrifat-makrifat) Sedemikian Rupa Sehingga Beliau Unggul atas semuanya

Walaupun yang mulia Rasulullah saw. seorang ummi (buta hurup), beliau harus melawan seluruh alam, dimana di dalam terdapat ahlikitab, filosof, orang-orang yang mempunyai selera ilmiah tinggi serta para cerdik-pandai. Akan tetapi beliau saw.telah memperoleh rezeki rohani sedemikian rupa sehingga beliau unggul atas semuanya dan telah membuktikan kesalahan-kesalahan mereka. Itulah rezeki rohani yang tidak ada bandingannya. Mengenai orang mutaki, di tempat lain pun ada dikatakan:

Inawliyaaa’uhuu illal-muttaquwn -- [Wali-walinya yang sebenarnya adalah orang-orang yang bertakwa] (Al-Anfaal:35).

Wali Allah Ta’ala itu adalah orang-orang yang mutaki, yakni sahabat Allah Ta’ala. Jadi betapa hebatnya nikmat ini bahwa dengan kesusahan yang sedikit saja pun dapat di katakan sebagai orang yang memperoleh kedekatan dengan Tuhan.

Zaman sekarang ini betapa pengecutnya. Kalau ada penguasa atau pejabat yang mengatakan kepada seseorang, “Engkau adalah sahabatku,” atau memberikan kursi kepadanya serta menghormatinya, maka orang itu akan bangga dan menyombongkan diri kemana-mana. Akan tetapi betapa mulianya derajat orang yang telah dikatakan sebagai wali atau sahabat oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah berjanji melalui lidah rasul mulia saw.—sebagaimana tercantum di dalam sebuah Hadits Bukhari: Laa yazaalu yataqarrabu abdiy bin-nawaafili hattauhibbahuu faizaa ahbabtuhuu kuntu samahullazy yasma-u bihii wayadahullaty yabtisyu bihaa warijlahullaty yamsyi bihaawala’in sa’alaniy la’a’taytuhuu wala’in ista’azany la’uiyzannahuu

Yakni, Allah Ta’ala berfirman bahwa, “sahabatku menciptakan kedekatan terhadap-Ku melalui nafal-nafal....”

(pidato Pertama Hz.Masih Mauud as. pd Jalsah Salanah 25 Des.1897 / Malfuzaat jld.1, h.12-13)

-------oo0oo-------

DUA BAGIAN KEBAIKAN KEBAIKAN MANUSIA

Kebaikan-kebaikan yang di lakukan oleh manusia terdiri dari dua bagian. Yang pertama adalah fardu-fardu dan kedua adalah nafal-nafal. Fardu-fardu adalah yang telah di wajibkan atas manusia. Misalnya melunasi utang atau membalas kebaikan dengan kebaikan. Selain fardu-fardu tersebut bersamaan dengan semua kebaikan itu terdapat nafal-nafal. Ini merupakan penggenap dan penyempurna fardu-fardu.

Di dalam dadits tersebut di terangkan bahwa penyempurna fardu-fardu diniyyah (keagamaan) para waliullah melalui nafal-nafal. Misalnya, selain dari pada zakat mereka memberikan sedekah-sedekah. Allah Ta’ala akan menjadi sahabat orang-orang demikian. Allah Ta’ala berfirman bahwa persahabatan dengannya adalah sedemikian rupa sehingga, “Aku merupakan tangannya, kakinya dan sebagainya. Sampai-sampai Aku menjadi lidah yang dengannya ia berbicara “. (Pidato Pertama Hz. Masih Mauud as. pd Jalsah Salanah 25 Des. 1897 / Malfuzaat jld.1 h.13-14)

-------oo0oo-------